JEPANG – cntvnews.id, Menghasilkan pribadi-pribadi yang disiplin dan taat pada aturan tidak diperoleh secara instan. Tapi masyarakat Jepang sejak usia dini hingga dewasa terus dijejali pelajaran-pelajaran tentang pentingnya disiplin sehingga membentuk masyarakat yang disiplin.
Sebagai salah satu contoh, masyarakat Jepang tertib mengantre saat akan naik bus, kereta atau menyeberang jalan. Itu sebabnya, dunia kagum pada kedisiplinan masyarakat Jepang.
Umumnya para ibu di Jepang yang bekerja, akan cuti hingga enam bulan untuk mendampingi perkembangan anaknya. Setelah ibu kembali bekerja, anak akan dititipkan di Houkuen atau Daycare. Pola asuh di Daycare ini sama dengan pola asuh orangtuanya.
Sejak usia satu tahun, biasanya anak-anak di Jepang sudah diajarkan untuk makan sendiri. Orangtua melatihnya dengan memberikan makanan dalam porsi kecil. Biasanya akan dibuatkan nasi dengan bola-bola kecil dan si anak diajarkan menggenggam sendiri dan memakannya pelan-pelan.
Orangtua juga menyediakan peralatan makan yang lucu-lucu, sehingga menarik minat si anak untuk menyentuh dan menggunakannya.
Saat sedang mendampingi anak, jarang orangtua di Jepang menggunakan handphone. Mereka benar-benar fokus mengasuh dan mendampingi anak.
Memasuki usia tiga tahun, anak-anak Jepang bisa bersekolah di Youchien (Taman Kanak-Kanak). Di sini, anak-anak diajarkan untuk makan sendiri, buang air kecil sendiri ke toilet, merapihkan kasur usai tidur siang, meletakkan sepatu pada tempatnya, dan peralatan lain. Kegiatan ini terus dilakukan berulang, sehingga mereka akan terbiasa mandiri.
Semetara dilansir Savvytokyo, orangtua di Jepang mengelola Ma no Nisai atau Terrible Two. Yaitu fase di mana si anak mulai merasa dewasa dan melakukan serangkaian hal yang membuat orangtua kewalahan dengan perilakunya. Misalnya, menangis keras, berteriak keras dan membantah.
Dalam hal ini, orangtua di Jepang pada umumnya tidak ingin terlalu ikut campur saat si anak menangis keras, berteriak atau membantah. Mereka tampaknya tidak menghiraukan hal-hal tersebut.
Jika Anda melihat anak-anak balita di Jepang mengamuk, menangis, duduk di tanah, orangtua mereka sepertinya tidak ikut campur sama sekali dan membiarkannya sampai si anak berhenti mengamuk atau menangis.
Namun, setelah itu orangtua di Jepang akan mencari waktu yang tepat untuk memberitahu si anak dan mengajaknya berdiskusi mengapa sampai mengamuk atau menangis keras. Orangtua akan berdiskusi secara pribadi untuk menjaga harga diri anak.
Itu sebabnya, orangtua di Jepang kebanyakan tidak langsung memarahi anak-anak di depan umum, untuk menjaga harga diri anak, kecuali si anak sudah benar-benar keterlaluan sangat nakal.
Selain itu, orangtua di Jepang juga selalu menerapkan Shitsuke pada anak-anak. Dalam Bahasa Jepang, artinya disiplin. Atau bisa juga diterjemahkan secara kasar menjadi ‘pelatihan atau pengasuhan’. Yaitu orangtua di Jepang diharapkan meneladani perilaku yang harus ditiru anak-anak.
Orangtua di Jepang fokus mengajarkan anak-anak untuk berperilaku baik dengan berulang kali. Dan secara pribadi, mereka akan mengoreksi perilaku yang tidak sesuai.
Pelatihan dan pengasuhan yang diberikan kepada anak-anak sejak kecil inilah sangat penting dan akhirnya bisa membentuk pribadi-pribadi yang disiplin dan taat aturan. (has)
Sumber : hallo jepang