JAKARTA – cntvnews.id, Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang bahan pokok atau sembako.
Hal tersebut tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPn barang kebutuhan pokok ini.
Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen. Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.
Penerapan tarif PPN final menjadi alternatif untuk memudahkan pengusaha kecil dan menengah. Adapun, batasan omzet pengusaha kena pajak saat ini sebesar Rp4,8 miliar per tahun. Rencana pengenaan PPN terhadap bahan pokok adalah yang pertama kalinya dilakukan pemerintah.
Dalam Pasal 4A ayat 2 huruf b UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah telah menetapkan 11 bahan pokok yang tidak dikenakan PPN.
Pasal 4A ini sempat menjadi polemik karena dianggap multitafsir yang dapat membuka peluang pengenaan PPN terhadap barang bahan pokok di luar 11 jenis barang yang disebutkan dalam penjelasan UU tersebut. Atas dasar itu, pada 2016 perwakilan konsumen dan pedagang komoditas pangan pasar tradisional meminta Mahkamah Konstitusi melakukan uji materi atas penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU No. 42/2009.
Pada 2017, MK kemudian mengabulkan permohonan dengan menegaskan bahwa penjelasan Pasal 4A ayat (2) UU No. 42/2009 bertentangan dengan UUD 1945. Alhasil, dalam putusan No.39/PUU-XIV/2016, MK menyatakan barang kebutuhan pokok adalah barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Dengan demikian, barang kebutuhan pokok tidak terbatas pada 11 jenis saja.
Daftar 11 bahan pokok yang bakal dikenakan PPN 12 % sebagai berikut : Beras, Gabah, Jagung, Sagu, Kedelai, Garam, Daging, Telur, Susu, Buah-buahan dan Sayur-sayuran. (has)