TULUNGAGUNG – cntvnews.id, Puluhan Kepala Desa yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Desa (AKD) Tulungagung mendatangi Kantor DPRD Tulungagung untuk mengadukan kenaikan Pajak dan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang saat ini mengalami kenaikan cukup signifikan, Kamis (4/3/2021).
Dalam Hearing yang di gelar di ruang aspirasi para Kades mengeluhkan atas kenaikan PBB dan NJOP yang dinilai sangat memberatkan masyarakat, menurutnya, NJOP mengalami kenaikan hingga beberapa kali lipat dari sebelumnya.
Ketua AKD Mohamad Sholeh mengatakan, di saat pandemi COVID – 19, Kenaikan PBB dan NJOP sangat memberatkan masyarakat.
“Pada tahun 2021 PBB dan NJOP mengalami kenaikan yang cukup signifikan di tengah pandemi COVID – 19 sehingga ini sangat memberatkan masyarakat ” terang M. Soleh, Kamis (4/3/2021).
Hampir 99 % Kepala Desa di Tulungagung menyatakan keberatan atas kenaikan biaya PBB dan NJOP tahun 2021 dan kembali mengacu biaya tahun 2020 lalu.
“Kami Kepala Desa menolak kenaikan NJOP, yang saat ini mengalami kenaikan 8 hingga 13 kali lipat dibanding tahun 2020. Untuk pembayaran pajak tahun ini harus tetap mengacu pada tahun 2020,” paparnya.
PBB P2 pada dasarnya dipengaruhi oleh besaran NJOP, selain berhubungan dengan besaran biaya pajak pada bidang tanah, juga akan berpengaruh kepada jual beli dan pengurusan sertifikat tanah. Di tengah situasi Pandemi ini, pihaknya menyatakan tidak tega untuk menagih pajak yang dinaikkan ke rakyat.
Ketua Komisi C, Ansori mengatakan, hearing ini para Kepala Desa meminta untuk dievaluasi kembali kenaikan NJOP. “Kita juga meminta kepada Bupati melalui Bapenda agar nilai yang tidak kena pajak dievaluasi, dari di bawah Rp 60 juta saat ini untuk dinaikkan,” katanya.
Sebagai wakil rakyat kami mengapresiasi usulan dari kawan-kawan AKD, dengan adanya usulan-usulan tersebut roda pemerintahan akan berjalan secara lancar. Dan yang terpenting, kebijakan pemerintah daerah harus pro rakyat, apalagi di tengah pandemi covid-19 seperti saat ini.
Pihaknya menegaskan, kenaikan NJOP di Tulungagung diharapkan tidak lebih dari 25 persen, dan harus dilaksanakan secara berjenjang.
“Pokok persoalan yang kita tangkap pada hearing hari ini adalah kenaikan NJOP yang ditemukan sampai 13 kali lipat, sehingga harus menjadi pertimbangan dari pihak Pemerintah daerah,” Pungkasnya. (Has)