JEPANG – cntvnews.id, Tanaka Kane, pemegang rekor orang tertua di dunia sepanjang masa yang masih hidup, baru saja merayakan ulang tahun ke-118 pada 2 Jan. Rekor orang tertua di dunia sebelumnya juga dipegang orang Jepang.
Miyako Chiyo yang lahir pada 2 Mei 1901 mencatatkan usia 117 tahun, 81 hari saat meninggal dunia pada 22 Jul. 2018. Ia pemegang wanita tertua di dunia sebelum diambil alih oleh Kane.
Untuk pria, orang tertua di dunia adalah Kimura Jiroeman, lahir pada 19 Apr. 1897. Ia memecahkan rekor pada 2012 dengan usia 115 tahun. Kimura mangkat pada usia 116 tahun, 54 hari. Dari 24 rekor orang tertua di dunia, hanya ada dua lak-laki, termasuk Kimura.
Jepang bukan sekedar memegang rekor orang tertua di dunia tetapi juga mayoritas masyarakat di sana berusia lanjut. Berdasarkan data yang dirilis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 23 Mar. 2020 (berdasar data 2019), jumlah orang Jepang yang berumur di atas 65 tahun sebanyak 35,58 juta dari 126,18 juta jumlah penduduk.
Ini berarti 28,2% dari keseluruhan penduduk. Angka tertinggi di dunia, disusul Italia 22,8%, kemudian Finlandia 21,9%. Amerika Serikat hanya mencatatkan 16%, India 6% dan Nigeria 3%.
Dari sejumlah referensi, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan masyarakat Jepang berumur panjang. Pertama, makanan. Makanan Jepang memiliki nutrisi seimbang, terdiri dari satu sup dan tiga sayuran. Makanan ini rendah lemak dan rendah kalori.
Juga, soal porsi. Masyarakat Jepang makan secukupnya, sekitar 70% dari kapasitas perut. Makan secukupnya ini dimulai sejak Zaman Edo. Menurut Dr Koya Daisuke dari Kanazawa Medical University Hospital, porsi demikian baik untuk kesehatan dan memperpanjang usia hidup. Di Muslim, dikenal dengan istilah, “Berhentilah makan sebelum kenyang.”
Faktor kedua adalah kebersihan. Masyarakat Jepang sangat menjaga kebersihan. Lingkungan bersih akan mencegah penularan penyakit menular. Misalnya, penularan Covid-19 relatif terkendali dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Italia.
Berikutnya adalah keterlibatan sosial yang tinggi. Lansia di Jepang tetap terlibat dalam aktivitas sosial. Situs japantimes pernah menurunkan berita pada Maret 2020, terdapat sekitar 8,92 juta orang berusia lebih dari 65 tahun yang tetap bekerja. Ini sama dengan 28,4% dibanding jumlah seluruh penduduk atau 13% dari angkatan kerja.
Meski mayoritas dari lansia ini bekerja paruh waktu dengan gaji yang relatif kecil. Namun aktivitas bekerja membuat mereka merasa dihargai dan terus aktif dalam kehidupan sehari-hari.
Lansia di Jepang, menurut laporan Kantor Kabinet, juga terlibat aktif dalam komunitas. Sebanyak 60% lansia aktif mengikuti kegiatan bersama komunitas, termasuk menikmati hobi bersama-sama. Laporan itu juga mengungkapkan sebanyak 80% lansia memiliki tujuan hidup.
Terakhir, kesadaran tinggi terhadap kesehatan. Hal ini diwujudkan dengan dua hal. Pertama, berolah raga secara teratur. Bahkan sebagian dari mereka bisa memecahkan rekor di usia lanjut.
Nagaoka Mieko, pada 2015, mencetak rekor dunia dengan berenang gaya bebas 1.500m di kolam 25m saat usianya 100 tahun. Pada usia 105 tahun, wanita ini masih mengikuti kompetisi Master dan menurut International Swimming Federation pernah memegang 24 rekor dunia. Nagaoka pertama kali mulai berenang di usia 82 tahun untuk membantu memulihkan dari cedera lutut yang dideritanya saat berlatih Noh, teater tradisional Jepang.
Contoh lain adalah sprinter kelas Master Miyazaki Hidekichi, yang meninggal dunia pada 2019 pada usia 108 tahun. Dijuluki “Golden Bolt” pada usia 105 tahun mencetak rekor pertama dunia untuk sprint 100m untuk kategori usia 105 tahun ke atas. Masih banyak contoh lansia Jepang yang berprestasi di tingkat dunia semisal Miura Yuichiro. Atau pelari maraton berusia 83 tahun, Shimojo Michiharu, dan Sano Seichi yang mulai berselancar pada usia 80 tahun.
Bukti kesadaran terhadap kesehatan yang kedua adalah rutin melakukan pengecekan kesehatan (medical checkup). Sekolah dan kantor di Jepang rutin melakukan pengecekan kesehatan terhadap siswa atau karyawannya sehingga mereka bisa mendeteksi penyakit yang sedang atau akan dihadapi. Antisipasi seperti ini dapat mengurangi risiko sakit kronis secara tiba-tiba. Misal, meninggal mendadak karena serangan jantung atau darah tinggi.
Di samping itu, sistem asuransi kesehatan di Jepang berjalan dengan baik. Setiap orang mempunyai kartu asuransi, semacam kartu BPJS di Indonesia. Dengan membawa kartu ini mereka hanya menanggung sebagian, sekitar 30%, dari biaya pengobatan.
Keempat faktor itulah yang menjadi kunci masyarakat Jepang panjang umur. Kalau Anda ingin meniru, cobalah tetap beraktivitas setelah pensiun. Bekerja, berolahraga dan aktif bersama komunitas. Atau kalau Anda masih muda, biarkan orang tua tetap bekerja atau melakukan hobinya di usia lanjut. (Red)
Artikel asli dari HaloJepang’s Newsletter